Menghidupkan Lahan Tidur, Kembangkan Pepaya Sebagai Sumber Ekonomi Desa

    Menghidupkan Lahan Tidur, Kembangkan Pepaya Sebagai Sumber Ekonomi Desa
    Menghidupkan Lahan Tidur, Kembangkan Pepaya Sebagai Sumber Ekonomi Desa

    PANGKEP SULSEL - Lahan tidur sering kali menjadi masalah di berbagai daerah pedesaan. Tanah yang tidak produktif ini dibiarkan begitu saja tanpa manfaat yang jelas. Padahal, dengan sedikit usaha dan kreativitas, lahan tidur bisa diubah menjadi sumber pendapatan yang menjanjikan. Salah satu solusi yang menarik adalah dengan membudidayakan salah satu jenis pohon produktif yakni pepaya.

    Selain memiliki nilai ekonomi tinggi, tanaman ini juga mudah tumbuh dan dapat menjadi salah satu jenis komoditas utama desa. Bila kita hitung - hitung harga jual pepaya  Rp 2.000, /biji, x 100 biji/ pohon nilainya Rp 200.000/ perpohon,   tapi bila kita tanam 200 pohon, hitung - hitungnya harga  Rp 200.000x 200 pohon maka bisa menghasilkan sebesar Rp 40. Juta. 

    Kemudian nilai positif yang lain, tanaman pepaya juga  dikenal sebagai bahan makanan yang memiliki banyak manfaat kesehatan. Selain itu, permintaan terhadap pepaya terus meningkat di pasar, baik untuk konsumsi rumah tangga maupun industri makanan. Dengan memanfaatkan lahan tidur untuk membudidayakan pepaya, desa tidak hanya meningkatkan ketahanan pangan, tetapi juga menciptakan peluang bisnis baru bagi masyarakatnya.

    Keuntungan lain dari budidaya pepaya adalah perawatannya yang relatif mudah. Pepaya bisa tumbuh di berbagai jenis tanah dan tidak memerlukan perawatan yang rumit. Dengan teknik penanaman yang tepat, panen bisa dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Ini menjadikan pepaya sebagai pilihan yang menarik bagi petani pemula yang ingin mencoba usaha pertanian.

    Jika dikelola dengan baik, lahan tidur yang diubah menjadi kebun pepaya dapat menjadi sumber pemasok utama bagi desa tersebut. Tidak hanya memenuhi kebutuhan masyarakat setempat, tetapi juga memungkinkan desa untuk menjual hasil panennya ke pasar yang lebih luas. Dengan demikian, desa bisa menjadi pusat distribusi kembang pepaya yang kompetitif dan menguntungkan.

    Selain manfaat ekonomi, menghidupkan lahan tidur dengan budidaya pepaya juga berdampak positif terhadap lingkungan. Lahan yang sebelumnya tidak terurus dan berpotensi menjadi tempat berkembangnya hama serta penyakit dapat diubah menjadi lahan hijau yang subur. Ini membantu menjaga keseimbangan ekosistem desa dan mengurangi risiko kerusakan lingkungan akibat lahan terbengkalai.

    Keberhasilan program ini tentu memerlukan dukungan dari berbagai pihak, terutama pemerintah desa dan kelompok tani setempat. Penyuluhan mengenai teknik budidaya, pengelolaan hasil panen, serta pemasaran produk menjadi kunci utama dalam memastikan keberlanjutan usaha ini. Dengan adanya kerja sama yang baik, desa bisa membangun sistem pertanian yang lebih modern dan efisien.

    Tidak hanya itu, generasi muda desa juga perlu dilibatkan dalam proyek ini. Dengan memberikan edukasi tentang manfaat pertanian dan peluang bisnis dari budidaya pepaya, mereka bisa lebih tertarik untuk ikut serta dalam mengembangkan desa mereka sendiri. Ini juga bisa menjadi langkah untuk mengurangi urbanisasi, karena masyarakat desa memiliki peluang ekonomi yang menjanjikan di kampung halamannya.

    Jika berhasil diterapkan secara luas, model ini bisa menjadi contoh bagi desa-desa lain yang memiliki lahan tidur. Dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada, setiap desa bisa memiliki komoditas unggulan yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Budidaya pepaya hanyalah salah satu contoh nyata bagaimana inovasi sederhana dapat membawa perubahan besar dalam pemanfaatan lahan tidur.

    Pada akhirnya, membuka lahan tidur untuk budidaya pepaya bukan hanya tentang menghasilkan uang, tetapi juga tentang menciptakan masa depan yang lebih baik bagi desa. Dengan kerja sama, inovasi, dan ketekunan, desa bisa menjadi mandiri dalam bidang pangan dan ekonomi. Inilah saatnya mengubah tantangan menjadi peluang dan menjadikan pepaya, salah satu jenis tanaman produktif sebagai simbol kemajuan desa di kampung tersebut.

    Pangkep 23 Februari 2025

    Penulis: Herman Djide, Ketua Dewan Pimpinan Daerah ( DPD) Jurnalis Nasional Indonesia (JNI ) Cabang Kabupaten Pangkep.

    pangkep sulsel
    HermanDjide

    HermanDjide

    Artikel Sebelumnya

    Bhabinkamtibmas Polsek Liukang Tangaya Hadiri...

    Artikel Berikutnya

    Lahan Tidur di Pangkep Bisa Hasilkan Miliaran...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    PERS.CO.ID: Jaringan Media Jurnalis Independen
    Hendri Kampai: Jangan Mengaku Jurnalis Jika Tata Bahasa Anda Masih Berantakan
    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Hipmi Minta Danatara Dipimpin Sosok Bebas Dari Kepentingan
    Himbara Solid di Tengah Guncangan Ekonomi Global

    Ikuti Kami